Cari Blog Ini

Minggu, 26 Desember 2010

Basic Diesel Fuel

JENIS-JENIS FUEL OIL

Fuel oil adalah salah satu group dari oil yang didapatkan dari refining crude oil pada suatu titik didih tertentu. Ketika crude oil dipanaskan, komponen-komponen yang mempunyai titik didih rendah menguap terlebih dahulu, diikuti berurutan oleh komponen-komponen yang berikutnya sesuai titik didihnya.
Gambar dibawah menunjukan suatu proses refining crude oil secara garis besar. Dibagian dalam tower fractionating berisi rak-rak dengan tingkatan-tingkatan berbeda.
Crude oil dituangkan dari atas tower fractionating, dan dipanaskan dari bawah. Bila proses ini berlangsung, temperatur pada bagian atas dari tower fractionating lebih rendah daripada temperatur dibagian dasar, sehingga pada rak bagian atas dari tower fractionating, komponen-komponen yang mempunyai titik didih rendah (komponen-komponen yang mudah menguap) menguap lebih dulu, dan komponen-komponen sisanya mengalir turun ke-rak dibagian bawah berikutnya. Komponen-komponen crude oil yang mengalir turun ke-rack berikutnya menguap pada temperatur penguapan baru, dan komponen-komponen sisanya terus mengalir turun ke-rack berikutnya. Dengan cara demikian, selagi crude oil mengalir dari atas tower fractionating kedasar, komponen-komponen dengan titik didih rendah berurutan menguap.
Oil yang diuapkan dikelompokan pada setiap tingkatan, dan kemudian didinginkan untuk mendapatkan jenis-jenis fuel oil.


KEROSENE
Kerosine adalah bahan bakar dengan rentang titik didih dari 170 sampai 2500C, dan digunakan untuk bahan bakar pesawat udara. Jika kerosene digunakan sebagai bahan bakar engine diesel, akan terjadi problem-problem sebagai berikut.
1. Fuel bekerja melumasi bagian-bagian dari system fuel yang bergesekan, seperti plunger dalam pompa injeksi atau injector nozzle. Akan tetapi, kerosene mempunyai viscosity rendah, sehinggai tidak dapat melumasi bagian-bagian bergersekan secara sempurna. Ini berarti bahwa film oil hilang dan terjadi keausan yang abnormal atau kerusakan.
2. Dibandingkan dengan diesel fuel(light/heavy), output power dengan menggunakan kerosene turun 5 ~ 10%.
Injeksi fuel pada engine diesel, yang dikontrol adalah volume fuel. Kerosene mempunyai suatu pembangkit panas yang besar per satuan beratnya, tetapi berat persatuan volume (specific gravity/berat jenis) adalah rendah, sehingga sebagai akibatnya, jumlah energy panas persatuan volume menjadi turun.

FUEL (Light Diesel Oil)
Fuel ini adalah bahan bakar dengan rentang titik didih dari 240 sampai 3500C, dan di-distilasi setelah kerosene. Dari semua jenis-jenis bahan bakar, minyak ini mempunyai sifat-sifat yang paling cocok untuk ignition, combustion, dan viscosity yang diperlukan oleh engine diesel high-speed yang kecil, sehingga hampir semua engine diesel high-speed, termasuk engine-engine untuk mesin-mesin konstruksi, menggunakan fuel (light diesel oil).
.
FUEL (Heavy Diesel Oil)
Fuel ini mengandung light diesel oil yang masih bericampur minyak residu (residual oil), dan rentang titik didihnya sama dengan light diesel oil. Minyak diesel berat ini digunakan sebagai bahan bakar boiler (mesin uap), heating furnace (tungku pemanas), atau engine diesel medium-speed ukuran besar atau medium.
Tetapi dibandingkan dengan fuel/ light Diesel oil, heavy oil mempunyai problem-problem berikut, sehingga minyak ini hampir tidak pernah digunakan sebagai bahan bakar engine untuk diesel putaran tinggi (hig-speed):
1. Banyak mengandung pengotoran-pengotoran, sehingga system bahan bakar pada engine mudah menjadi buntu.
2. Mempunyai viscosity tinggi, sehingga partikel-partikel dari kabut minyak yang diinjeksikan ukurannya besar-besar, sehingga mengakibatkan pembakaran kurang sempurna (incomplete combustion) cenderung menghasilkan partikel-partikel carbon. Dengan demikian, bagian-bagian yang bergesekan mengalami keausan lebih cepat, dan exhaust gas berwarna hitam (black smoke).
3. Kandungan sulfur tinggi, sehingga lebih menambah keausan korosif.


KRITERIA SELEKSI FUEL
Karakteristik utama yang mempengaruhi kerja dan performance engine adalah sebagai berikut:

1. VISCOSITY dan DENSITY
Viscosity dan density secara langsung dikaitkan dengan performance engine, emissions dan umur engine. Viscosity dan density rendah mengurangi output power, karena fuel juga harus berfungsi sebagai pelumas terhadap komponen-komponen fuel system. Jika kinematic viscosity lebih rendah daripada 1.4 cSt akan mempercepat kerusakan (scuffing dan seizure) pada pompa injeksi, injector, dll.
Interval viscosity dan density yang dianjurkan adalah:
• Viscosity : 1.5cST -- 4.5 cSt pada 400C
• Density : 810 -- 860 kg/m3 pada 150C

2. DISTILLATION (PENYULINGAN)
Boilling range (tingkat didih) dari fuel adalah suatu sifat yang penting yang menentukan kualitas fuel. Penentuan dari boiling range ditentukan dengan menggunakan “ASTM Test Method D86 or D2887” (Gas Chromotography Test Method). Meskipun banyak spesifikasi berisi hanya sebagian hasil-hasi distilasi (contoh temperatur distilasi pada 90% Recovered), ini tidak cukup untuk menentukan kualitas dan kecocokan dari fuel untuk penggunaan pada engine diesel. Diesel fuel dicampurkan produk-produk yang mana unsure-unsurnya mempunyai titik didih tinggi yang dapat mempengaruhi pembakaran. Hanya fuel-fuel dengan minimum 99% didapat kembali (recovery) dengan distilasi yang harus digunakan. Rentang titik didih penuh seperti ditunjukkan dalam table halaman 10 yang harus digunakan untuk pemelihan fuel yang cocok.
( 90% temperatur distillasi : Temperatur dimana 90% dari fuel test menguap)

3. FINAL BOILING POINT
Fuel dapat terbakar didalam suatu engine hanya setelah diuapkan dengan sempurna. Temperatur dimana fuel dapat menguap sempurna disebut sebagai “End Point Temperature” pada “ASTM D86 Distillation Test Method”. Temperatur titik didih dari fuel harus cukup rendah untuk mendapatkan penguapan sempurna pada temperatur ruang bakar.
Temperatur ruang bakar tergantung pada temperatur ambient, kecepatan putar engine, dan beban. Penguapan yang kurang baik lebih banyak terjadi selama operasi pada musim dingin, idling yang terlalu lama dan/atau beban ringan. Dengan demikian, engine yang beroperasi dengan kondisi-kondisi ini harus menggunakan fuel dengan temperatur ”distillation end point” yang lebih rendah.

4. KANDUNGAN SULFUR
  Kandungan sulfur didalam fuel sangatmempengaruhi keausan engine dan emissi gas.
Sulfur teroksidasi (bereaksi dengan oxygen)ketika terjadi proses pembakaran membentuksulfur dioksida (SO2), dan sebagian lebih lanjutteroksidasi menjadi sulfur trioksida (SO3).
Reaksi (1)
S + O2 SO2
Reaksi (2)
2SO2+ O2 2SO3
Reaksi ini dipengaruhi beberapa factor sepertitemperatur pembakaran, temperatur exhaustgas, luas penampang partikel, kelembabanrelatif, dan air-fuel ratio. SO2 berubah ke SO3didalam ruang bakar engine ketika temperaturgas turun tiba-tiba pada saat langkah ekspansi.Maka, jika pembakaran didalam ruang bakartidak merata (uniform), reaksi ini mudah terjadi.
SO3 yang dihasilkan kemudian bereaksi denganuap air (H2O) hasil pembakaran dan membentukasam sulfat (H2SO4).
Reaksi (3)
SO3 + H2O H2SO4
Dan lagi, sejumlah kecil SO3 didalam gaspembakaran mempengaruhi menaikan titikembun (dew point) dari uap air (uap airberkondensasi biarpun pada temperatur tinggi).Uap air yang berkondensasi tadi akan bereaksidengan gas SO3 menjadi H2SO4, dan hasilnyaterjadi keausan korosi pada piston dan liner.Keausan korosi juga terjadi karena adanya sootyang ditimbulkan karena pembakaran (atomcarbon bebas) yang menyerap asam sulfat dankemudian menempel pada piston groove ataudinding dalam cylinder liner.

5. POUR POINT (TITIK TUANG)
Jika pour point tinggi dan temperatur turun, paraffin didalam fuel memisah secara mudah. Bila kristal-kristal dari endapan paraffin mencapai beberapa percent, aliran minyak menjadi sangat rendah dan paraffin membuntukan bagian dalam system bahanbakar. Jika temperatur saat dimana kristal paraffin memisah lebih tinggi dari pada temperatur pada saat dimana engine bisa di-start, kristal-kristal paraffin sudah terpisahkan ketika engine di-start. Hal ini akan menahan injeksi fuel yang tepat, dan sebagai akibatnya, engine susah dihidupkan, atau jika hidup, kecepatan putar (rpm) tidak bisa naik, dan engine akan segera berhenti. Untuk itu, untuk engine-engine putaran tinggi sangat diperlukan beberapa alat pemanas fuel.
Untuk daerah dingin, dianjurkan menggunakan minyak diesel khusus cuaca dingin yang mengandung kadar paraffin rendah, dan titik didih yang jauh lebih rendah.

6. KANDUNGAN CARBON RESIDU (RESIDUAL CARBON CONTENT)
Kandungan residu carbon secara basic tidak termasuk didalam minyak diesel light (residu carbon terkandung didalam heavy oil). Sebagai suatu ukuran kecenderungan untuk deposit carbon dari pembakaran, fuel dikabutkan dan dibakar dibawah kondisi tertentu untuk menghasilkan carbon, dan kandungan residu carbon digunakan untuk menunjukan hasil test.

7. CETANE NUMBER (CETANE INDEX)
Cetana number adalah suatu nilai yang digunakan untuk menunjukan kemampuan penyalaan dari fuel, dan suatu index yang penting pengaruhnya terhadap kemudahan untuk menghidupkan engine dan pembakaran( output) pada engine diesel putaran tinggi. Khususnya didaerah dingin, suatu nilai cetane tinggi diperlukan untuk memudahkan starting, warming up, dan mengurangi timbulnya gas buang warna putih (white smoke).

8. KANDUNGAN ABU (ASH)
Ash didalam fuel secara umum terdiri dari tiga macam: partikel-partikel padat, larutan garam anorganik, dan campuran oil-larutan organic. Kandungan ash didalam fuell (light) sangat kecil. Didalam heavy oil, kandungan ash lebih tinggi dari pada light diesel oil, tetapi biarpun demikian, tingkat rata-rata sekitar 0.02 ~ 0.03 %.
Jika kandungan ash meningkat, ini disebabkan terutama karena karat (rust), pasir,atau Lumpur yang berasal dari luar.

9. KANDUNGAN AIRAir secara basic bukan komponen dari fuel,tetapi jika masuk kedalam fuel sebagai embundidalam udara atau melalui keteledoran dalammenangani fuel. Air didalam fuel menyebabkanrusaknya pelumasan pada bagian-bagian yangsliding dari system fue, pengkaratanpadabagian-bagian dari metal, dan fuel filterakan tersumbat lebih cepat, sehinggakandungan air harus serendah mungkin.


10. CLOUD POINT (Titik Beku)
Adalah penting untuk memahami bahwa cloud point berbeda dengan pour point. Tidak ada hubungan antara cloud point dengan pour point.
Cloud point adalah temperatur dimana sebagian komponen-komponen yang lebih berat didalam wax membuat padat fuel. Wax bukan suatu zat kontaminan didalam fuel. Wax adalah suatu elemen yang penting pada diesel fuel No. 2. Wax mempunyai kandungan suatu “fuel energy” yang tinggi dan mempunyai suatu nilai cetane yang sangat tinggi. Menghilangkan wax yang lebih berat akan menurunkan cloud point dari fuel. Menghilangkan wax juga menaikan cost karena sedikit fuel yang dapat dihasilkan dari jumlah yang sama dari crude oil (minyak mentah). Pada dasarnya, diesel fuel No. 1 di-formulakan dengan pengurangan wax dari disel fuel No. 2.
Cloud point dari fuel adalah penting karena cloud point dapat membatasi performance fuel filter. Wax dapat merubah karakteristik fuel dalam musim dingin. Wax yang padat dapat mengisi filter fuel. Wax yang padat dapat menghentikan aliran fuel. Filter di-perlukan untuk menyaring kotoran dari fuel. Karena fuel harus mengalir lewat filter, pemasangan suatu “fuel heater” adalah salah satu cara untuk mencegah problem. Fuel heater akan menjaga fuel diatas cloud point sehingga fuel mengalir dalam fuel system.

REKOMENDASI FUEL UNTUK ENGINE DIESEL
 
                                                              CETANE NUMBER

Cetane number atau cetane index digunakan sebagai suatu ukuran untuk menunjukan kemampuan nyala dari fuel. Cetane number adalah suatu angka (index) yang menunjukan kemudahan penyalaan (ignition), sementara octane number yang digunakan untuk fuel pada engine gasoline adalah suatu indicator yang menunjukan kesukaran penyalaan. Kedua angka-angka ini mempunyai hubungan yang berlawanan. Nilai cetane ditentukan dengan penggunaan suatu engine CFR (engine test untuk mengukur cetane number) dan pembanding kemampuan nyala fuel yang di- test cetane numbernya ialah ditentukan dengan kemampuan nyala dari fuel referensi yang digunakan untuk penentuan (setting) cetane number.
Fuel referensi dibuat dengan pencampuran normal cetane (cetane number 100) kemampuan nyala sangat tinggi dengan alpha-methyl naphthalene (cetane number 0) yang mempunyai kemampuan penyalaan sangat rendah. Besarnya percentage volume dari normal cetane yang dimasukan didalam fuel referensi yang memberikan kemampuan nyala sama seperti fuel uji diambil sebagai cetane number.

Pengujian agak susah untuk mengukur cetane number, sehingga sekarang ini cetane number hampir tidak pernah diukur. Penggantinya, ASTM menggunakan derajat API dan 50% temperatur (0F) penyulingan (distillation) dan suatu formula cetane index yang tetap. Tidak ada kesukaran dalam praktek dalam pengambilan cetane index untuk disamakan sebagai cetane number.
Keterangan
• API degree : Ini adalah suatu satuan yang digunakan oleh American Petroleum Institute untuk menunjukan penentuan specific gravity petroleum, dan merupakan index yang biasa digunakan di USA.
• 50% distillation temperature: Ini adalah temperatur dimana 50% dari fuel yang ditest menguap (evaporate).


UNTUK MEMPERPANJANG UMUR ENGINE
• Pastikan bahwa pembakaran sempurna
• Menggunakan fuel yang berkualitas baik
• Jangan ada kotoran (air, debu, dls.) masuk kedalam fuel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar